Langsung ke konten utama

DJENGKOL (Salah Satu Kontributor dalam Kumcer #HororKotaNusantara

Kumpulan Cerpen Horor bertajuk #HororKotaNusantara terbitan Diva Press


DJENGKOL
@idhafebria



“Lingsir wengi sliramu tumeking sirno
Ojo tangi nggonmu guling
Awas jo ngetoro
Aku lagi bang wingo wingo
Jin setan kang tak utusi
Dadyo sebarang
Wojo lelayu sebet…”
(Durma, Lingsir Wengi)
***

Ayu mendekap erat tangan Dirga saat mereka memasuki area bekas pabrik goni pada masa penjajahan Belanda itu. Sedangkan Vio dan Heksa sudah berada jauh di depan mereka. Tahu begini, Ayu tak akan mau mengikuti ide gila si kribo Heksa. Aura di sini sangat kelam dan negatif dirasakan gadis manis berkuncir kuda ini.
Beberapa kali Dirga menyorotkan senternya ke depan untuk memastikan mereka masih berada satu jalur dengan Vio dan Heksa. Sejauh ini masih baik-baik saja.
Mereka datang dari Surabaya ke Kediri ini berempat. Dengan tujuan sederhana: ingin melihat desa yang menjadi tempat pembantaian pada jaman PKI sekaligus menjadi perkebunan dan pabrik Belanda paling luas se-Jawa Timur. Ini berkaitan dengan riset untuk skripsi Ayu.
Tapi bukan ini maksudku. Bukan uji nyali atau hunting penampakan seperti ide Heksa ini, pikir Ayu.
Kraaak...! Kraaak...!
“Apaan tuh, Dir?” bisik Ayu bergetar.
Dirga segera mengarahkan senternya ke arah suara itu. “Nggak ada apa-apa, tuh.” Cowok itu kembali mengarahkan senternya ke depan.
“Terus, suara apa dong itu tadi?” Ayu berbisik lagi.
Dirga menggeleng. Dia menyorotkan senternya ke beberapa arah. “Kita terpisah sama Heksa dan Vio,” ucapnya.
Oh, jangan dong.
Kraak...! Kraaak...!
Suara seperti kuku yang sedang menggaruki tembok itu muncul lagi. Kali ini tepat di samping kaki Ayu. Lutut gadis itu gemetar saat hawa dingin tiba-tiba menelusup melewati mata kaki.
Dirga segera mengarahkan senternya ke kaki Ayu. Mereka tak mendapati apapun di sana, sama seperti tadi. Lalu cowok hitam manis itupun segera menyeret tubuh Ayu untuk berjalan lebih cepat dan menyusul Heksa.
“Kyaaa...!!”
Langkah mereka terhenti saat mendengar sebuah teriakan. Itu suara Vio. Setelah sejenak bertukar pandang, mereka segera berlari ke sumber suara.
“Aah!” jerit Ayu tertahan. Ada sesuatu yang mencengkeram kakinya kuat hingga membuatnya tak bisa melangkah.
“Ke-kenapa, Yu?” tanya Dirga terbata.
“A-ada yang megang kakiku.”
Dirga segera mengarahkan senternya ke kaki Ayu. Ia mendegut ludahnya. Tampak di depan matanya sepotong tangan dengan kuku-kuku runcing dan tajam mencengkeram kaki Ayu kuat.
Ayu meringis kesakitan. Semakin ia meronta, semakin kuat cengkeraman itu membelenggu kakinya.
“Pergi, Dir. Susul Heksa dan Vio. Jangan sampai sesuatu terjadi sama mereka!” bentak Ayu.
Dirga ragu-ragu akan melangkahkan kakinya. Mana mungkin ia meninggalkan Ayu sendiri di sini dalam keadaan yang jelas tidak baik-baik saja?
“Aku nggak apa-apa. Tolong, pergilah.” Ayu memelas.
“O-oke.” Dirga segera melesat ke arah sumber teriakan Vio tadi. Berharap mereka masih di sana.
“Tangan sialan! Lepasin nggak?!” hardik Ayu pada sepotong tangan yang masih mencengkeram kakinya itu sepeninggal Dirga.
Ia mengeluarkan telepon genggamnya, sebentar dia mencari-cari. Dan nyala! Fitur senter dari handphone-nya menyala. Kini ia tak lagi meronta karena dirasakan perih di pergelangan kakinya akibat cengkeraman tangan berkuku panjang itu. Ia pasrah. Anehnya, cengkeraman tangan itu justru melemah.
Ayu segera meraih tangan itu dengan jijik lalu melemparkannya jauh ke belakang arahnya berjalan. Dengan tertatih ia berusaha menyusul teman-temannya.
***
Dirga menemukan Vio tergolek lemah dengan bekas cakaran di wajahnya. Ia mencari-cari di mana Heksa berada. Tapi nihil. Ia tak menemukan cowok kribo itu. Hanya handycam-nya yang menyala berada tak jauh dari tubuh Vio. Dirga meraih benda itu. Memutarnya hingga ke beberapa menit sebelum ia datang.
“Ah, sial. Kenapa nggak bisa, sih,” keluhnya kemudian saat tak ada satu gambar pun yang muncul dari alat perekam itu yang bisa menunjukkan apa yang terjadi pada Vio dan Heksa.
Dirga meletakkan kembali handycam itu di lantai dan berfokus pada Vio. Ia berusaha membangunkan gadis centil berambut sebahu itu.
Vio mulai menggeliat. Perlahan matanya terbuka.
“Aah...,” jeritnya tertahan.
“Ini Dirga, Vi.”
“Di-Dirga?” sontak Vio memeluk Dirga. Tubuhnya menggigil ketakutan. “Vi-Vio takut.”
“Takut kenapa? Heksa mana?” tanya Dirga beruntun.
“Heksa... dia di-dibawa sama makhluk itu....”
“Makhluk apa?” Dirga semakin tak mengerti.
“Tadi, Heksa nge-shoot sesuatu di sudut itu. Tiba-tiba ada yang loncat dan nyakar wajah Vio. Terus Heksa dibawa pergi sama makhluk yang nyakar wajah Vio itu,” jelas Vio dengan susah payah.
“Makhluk apaan sih, Vi? Bentuknya gimana?”
Vio menggeleng. “Vio nggak tahu. Vio langsung pingsan setelah Heksa dibawa.”
“Oke, kamu bisa jalan?”
Vio mengangguk. Gadis itu berdiri dibantu oleh Dirga. Mereka berjalan beriringan. Dirga berusaha membawa Vio ke tempat ia meninggalkan Ayu tadi.
Shyaaa....
Kraaak...!! Kraaak...!!
Vio segera mendekap lengan Dirga. “Ta-tadi sebelum makhluk itu muncul, Vio juga denger suara ini,” jelasnya.
Dirga bersiaga.
“Aaaaaahh...!!” jerit Vio tiba-tiba.
Dirga segera menyorotkan senternya. Matanya membelalak. Sesosok makhluk berambut panjang dengan mata nyaris keluar dari lubangnya menerkam Vio, menancapkan kukunya yang panjang ke pundak gadis itu.
Dirga gemetar. Ia ingin berlari tapi tidak bisa. Kakinya terlalu lemah untuk melangkah. Ia pun menyeret kakinya agar bisa pergi dari sini. Entah Vio masih hidup atau tidak dalam cengkeraman makhluk mengerikan itu, ia tak peduli.
***
“Heksa!” jerit Ayu saat mendapati cowok kribo itu berjalan tak jauh di depannya. Ia segera menyeret kakinya yang sakit mendekati Heksa.
Berulang kali Ayu memanggilnya, tapi Heksa tak menyahut. Lalu ia segera membalikkan tubuh Heksa begitu tangannya mencapai pundak cowok yang tidak terlalu tinggi itu.
Ayu melihat ada yang aneh dengan Heksa. Pandangannya kosong, bahkan pupilnya juga tak merespon cahaya. Ayu terperangah saat tiba-tiba Heksa menubruk dan mencekiknya.
“Ahh, Heksa... le-lepash....” Ayu berusaha berteriak.
Shyaa.... Shyaa....
Degh! Degh! Degh!
Napas Heksa tiba-tiba memburu. Tubuhnya semakin kuat. Cekikan di leher Ayu juga semakin membuat napas gadis itu putus-putus.
Bugh!
Ayu terengah-engah saat tangan Heksa terlepas dari lehernya. Seseorang menendang tubuh Heksa hingga berguling tak jauh dari mereka.
“Nggak apa-apa, Yu?” Itu suara Dirga.
Ayu menggeleng. Dalam cahaya senter yang tidak begitu terang, mereka melihat Heksa sudah bangkit lagi dengan mengangkat sepotong balok kayu. Tanpa pikir panjang, Ayu dan Dirga segera berlari menjauh dari tempat itu.
Di bekas pabrik ini, terdapat banyak ruangan yang bisa mereka masuki. Dan dari kesemuanya, mereka justru seperti berada dalam labirin. Dirga dan Ayu berlari lalu sembunyi untuk menghindari Heksa yang sepertinya tengah dikuasai oleh sesuatu.
“Di sini, Yu,” bisik Dirga.
Ayu mengikuti langkah Dirga dan duduk meringkuk di samping cowok itu.
Degh! Degh! Degh!
Suara jantung mereka saling berpacu satu sama lain.
Tap! Greeek...!
Mereka menahan napas saat mendengar suara langkah kaki dan benda berat yang diseret di lantai. Tapi mereka tak bisa menghindar lagi. Heksa sudah berada tepat di depan mereka, menyeringai dan siap menghantam salah satu dari keduanya dengan balok kayu.
Dirga dan Ayu berusaha berpencar. Berlari tak tentu arah.
Sreek...! Sreek...!
Napas Ayu tercekat saat langkahnya dihadang oleh seseorang. Ia sudah terpisah dari Dirga.
“Vio?” bisiknya. Tapi Vio yang ini bermuka sama dengan Heksa, aneh. Dan lagi, gadis itu membawa sebuah tongkat besi yang entah ia dapat dari mana.
Menyadari Vio juga tengah dalam pengaruh sesuatu, Ayu segera berlari. Ia berusaha menghindari Vio dengan bersembunyi di balik sebuah tembok. Napasnya memburu. Ia bahkan tak sempat memikirkan bagaimana teman-temannya bisa menjadi seperti itu.
Bugh!
Ayu meringis saat punggungnya dihantam sesuatu. Ia segera menoleh, berharap itu bukan Heksa atau Vio.
“Dirga?!” serunya.
Dirga segera membekap mulut Ayu. “Jangan keras-keras,” bisiknya.
Ayu mengangguk mengerti.
Shyaaa... Shyaaa...
Greeeek...! Taph! Taph!
Sreeek...! Sreeekk...!
Terdengar suara langkah kaki dari dua arah yang berbeda. Ayu menutup mulutnya, berusaha untuk tidak bersuara. Dirga segera mematikan nyala senternya. Sejenak mereka menahan napas.
Degh! Degh! Degh!
Pacu jantung mereka tak bisa berbohong.
Traaangg...!
Sebuah benda dari besi terdengar beradu. Itu pasti Vio, pikir Ayu.
Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh sebuah cahaya di depan mereka yang sepertinya bersumber dari sebuah korek besar. Wajah Heksa dan Vio, dengan seringaian mengerikan di mulut mereka seketika muncul menyergap mata Dirga dan Ayu.
“Kyaaaa...!!!”
***
Pagi ini, sebuah pabrik goni bekas kepemilikan Belanda yang berada di ujung hutan desa Djengkol dikerumuni oleh warga sekitar. Tampak garis polisi mengelilingi area itu.
“Di tempat ini, ditemukan empat mayat anak muda yang diperkirakan bukan warga desa Djengkol ini oleh seorang petani yang akan berangkat ke ladang. Penemuan mayat ini masih menjadi misteri bagi petugas kepolisian. Ditemukan barang bukti berupa sebuah balok kayu, sebuah tongkat besi bekas tiang antena televisi, dan sebuah handycam.
“Dari barang bukti yang ada polisi akan mengidentifikasi kasus ini secepatnya. Saya, Herliani Paramitha melaporkan dari tempat kejadian untuk Dhoho TV.”
Tak jauh dari tempat reporter itu berdiri, berjejer dengan rapi mayat Ayu, Dirga, Heksa dan Vio. Mayat keempatnya tampak mengenaskan dengan luka-luka di bagian wajah dan kepala. Bahkan terlihat beberapa bagian tubuh mereka telah remuk.
Shyaaa... Shyaaa...
Kraaakk...! Kraaakk...!!
Tanpa ada yang menyadari, makhluk berkuku runcing dengan rambut panjang dan mata melotot yang nyaris keluar dari lubangnya itu melayang masuk ke dalam hutan.

SELESAI

Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Syeraaam..

    Keep writing! 😊😊

    BalasHapus
  3. Makhluk berkuku panjang?
    *lirik kuku sendiri*
    *langsung potong kuku*

    Duuuduuuuuuduuu

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Novel Sapporo no Niji - Hapsari Hanggarini

Niatnya sih nggak pengin bikin review, tapi rasanya gatal sekali ingin menuliskan perasaanku setelah selesai membaca novel ini. Mengambil setting tempat di Sapporo, pulau Hokaido, Jepang. Novel ini berkisah tentang Lala yang merupakan anak bungsu dan satu-satunya anak perempuan di keluarganya. Lala digambarkan selalu dikekang oleh kedua orang tua dan juga kakak-kakak lelakinya yang protektif. Lalu, dia berkeras ingin kuliah di luar negeri dan akhirnya mengambil beasiswa dengan susah payah untuk dapat kuliah di Hokudai-- Hokaido University.     Singkat cerita, si Lala ini kepengin banget punya pacar cowok Jepang. Dan keinginannya ini nyaris kesampaian saat ada seorang cowok Jepang yang mendekatinya dengan mencurahkan sejuta perhatian. Namanya Yamada Hiroshi. Dengan sudut pandang orang ketiga serba tahu, novel ini menggambarkan Sapporo dengan sangat detail. Nggak heran sih, penulisnya kan pernah tinggal di sana, pasti sangat membantu dalam penulisan setting tempat d...

Review Querencia: KISAH CINTA MASA KECIL YANG BIKIN NOSTALGIA

Judul Buku: Querencia Penulis: Yuniar Christy Platform: Cabaca Sinopsis: Satria dan Agnes berteman sejak kecil. Letak rumah mereka yang berdampingan, membuat keduanya sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama. Satria kecil sudah memiliki perasaan khusus untuk Agnes, bahkan dia tidak segan menunjukkan perasaannya, meskipun Agnes selalu mengabaikannya. Di bangku SMK, Satria tetap gigih mengejar cinta Agnes. Tidak jarang Satria membuat video khusus tentang Agnes yang dia unggah di saluran Youtube-nya. Agnes tetap mengabaikan perasaan Satria terutama sejak kehadiaran Rizal, sang kakak kelas yang naksir Agnes dan mencuri hatinya; membuat Satria harus rela hanya dianggap sahabat oleh Agnes. Agnes pun dihadapkan pada dua pilihan: Satria, teman masa kecil yang membuatnya nyaman dan Rizal, yang merupakan cowok idamannya. *** Cerita dibuka dengan adegan pernikahan. Bukan pernikahan sungguhan, hanya permainan anak-anak. Namun, dari permainan itu perasaan Satria d...