Langsung ke konten utama

Review Querencia: KISAH CINTA MASA KECIL YANG BIKIN NOSTALGIA



Judul Buku: Querencia
Penulis: Yuniar Christy
Platform: Cabaca



Sinopsis:

Satria dan Agnes berteman sejak kecil. Letak rumah mereka yang berdampingan, membuat keduanya sering bertemu dan menghabiskan waktu bersama. Satria kecil sudah memiliki perasaan khusus untuk Agnes, bahkan dia tidak segan menunjukkan perasaannya, meskipun Agnes selalu mengabaikannya.

Di bangku SMK, Satria tetap gigih mengejar cinta Agnes. Tidak jarang Satria membuat video khusus tentang Agnes yang dia unggah di saluran Youtube-nya. Agnes tetap mengabaikan perasaan Satria terutama sejak kehadiaran Rizal, sang kakak kelas yang naksir Agnes dan mencuri hatinya; membuat Satria harus rela hanya dianggap sahabat oleh Agnes. Agnes pun dihadapkan pada dua pilihan: Satria, teman masa kecil yang membuatnya nyaman dan Rizal, yang merupakan cowok idamannya.

***

Cerita dibuka dengan adegan pernikahan. Bukan pernikahan sungguhan, hanya permainan anak-anak. Namun, dari permainan itu perasaan Satria dan Agnes mulai tumbuh. Kemudian cerita berlanjut hingga ke masa SMP dan SMA. Di masa itu, Satria pernah mengungkapkan perasaannya, tetapi Agnes tidak pernah menganggap Satria serius.

Seperti halnya cerita teenlit lain, penulis memang dituntut harus pandai memainkan alur. Tarik ulur, salah paham, hingga perasaan bimbang karena mencintai sahabat sendiri menjadi fokus konflik dalam cerita ini. Belum lagi, istilah-istilah kekinian, istilah dalam basket, dan beberapa hal yang membuat cerita ini jadi sesuai sekali dengan remaja zaman sekarang. Keseluruhan, membaca cerita ini membuat saya bernostalgia. Oh, ayolah, siapa memangnya yang tidak pernah merasakan suka pada sahabat? Entah pada akhirnya perasaan itu akan terus berlabuh hingga dewasa atau tidak, yang jelas, hampir semua anak pernah merasakannya. Yah, mungkin sebagian agak malu untuk mengakuinya.

Kekurangan dari buku ini hanya satu, itu pun saya kira bukan kekurangan secara umum, melainkan selera saja. Tempo bercerita yang sedikit lambat membuat saya kurang bisa menikmati ceritanya. Beberapa hal diceritakan dengan bertele-tele. Tidak masalah sebenarnya jika tidak bertemu pembaca seperti saya yang lebih menyukai cerita dengan tempo cepat.

Sebenarnya saya pengin cerita tentang isi bukunya, tapi takut akan memberikan bocoran yang mungkin tidak diinginkan. Jadi, ini saja review yang bisa saya berikan, yang jelas saya gemas sekali sama Satria dan Agnes. Astaga, mereka mengingatkan pada diri saya sendiri bertahun-tahun lalu.

Yang mau baca Querencia, bisa langsung ke Cabaca. Jangan lupa buat baca Candid juga nanti, mumpung sudah sampai di sana. Sekalian gitu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Novel Sapporo no Niji - Hapsari Hanggarini

Niatnya sih nggak pengin bikin review, tapi rasanya gatal sekali ingin menuliskan perasaanku setelah selesai membaca novel ini. Mengambil setting tempat di Sapporo, pulau Hokaido, Jepang. Novel ini berkisah tentang Lala yang merupakan anak bungsu dan satu-satunya anak perempuan di keluarganya. Lala digambarkan selalu dikekang oleh kedua orang tua dan juga kakak-kakak lelakinya yang protektif. Lalu, dia berkeras ingin kuliah di luar negeri dan akhirnya mengambil beasiswa dengan susah payah untuk dapat kuliah di Hokudai-- Hokaido University.     Singkat cerita, si Lala ini kepengin banget punya pacar cowok Jepang. Dan keinginannya ini nyaris kesampaian saat ada seorang cowok Jepang yang mendekatinya dengan mencurahkan sejuta perhatian. Namanya Yamada Hiroshi. Dengan sudut pandang orang ketiga serba tahu, novel ini menggambarkan Sapporo dengan sangat detail. Nggak heran sih, penulisnya kan pernah tinggal di sana, pasti sangat membantu dalam penulisan setting tempat d...

DJENGKOL (Salah Satu Kontributor dalam Kumcer #HororKotaNusantara

Kumpulan Cerpen Horor bertajuk #HororKotaNusantara terbitan Diva Press DJENGKOL @idhafebria “Lingsir wengi sliramu tumeking sirno Ojo tangi nggonmu guling Awas jo ngetoro Aku lagi bang wingo wingo Jin setan kang tak utusi Dadyo sebarang Wojo lelayu sebet…” (Durma, Lingsir Wengi) *** Ayu mendekap erat tangan Dirga saat mereka memasuki area bekas pabrik goni pada masa penjajahan Belanda itu. Sedangkan Vio dan Heksa sudah berada jauh di depan mereka. Tahu begini, Ayu tak akan mau mengikuti ide gila si kribo Heksa. Aura di sini sangat kelam dan negatif dirasakan gadis manis berkuncir kuda ini. Beberapa kali Dirga menyorotkan senternya ke depan untuk memastikan mereka masih berada satu jalur dengan Vio dan Heksa. Sejauh ini masih baik-baik saja. Mereka datang dari Surabaya ke Kediri ini berempat. Dengan tujuan sederhana: ingin melihat desa yang menjadi tempat pembantaian pada jaman PKI sekaligus menjadi perkebunan dan pabrik Belanda paling luas se-Jawa Timu...